Bahasa

Bahasa yang digunakan sehari-hari dalam kehidupan masyarakat Biak adalah Bahasa Indonesia. Bahasa asli digunakan penduduk asli hanya dibedakan oleh dialek bahasa seperti Samber, Swapodibo, Wadibu, Sopen, Mandender, Wombonda, Urmbor, Sawias dan dialek Doreri.

Walaupun mereka mengngunakan satu bahasa yang sama juga, terdapat perbedaan dialek antara penduduk pada satu daerah dengan daerah yang lainnya. Namun, secara prinsip dialek-dialek yang berbeda itu tidak menghalangi mereka untuk saling mengerti satu sama yang lain. Di Kepulauan Biak-Numfor sendiri terdapat sepuluh dialek sedangkan di daerah-daerah migrasi atau perantauan terdapat tiga dialek (Dr. J.R. Mansoben, MA, 2003).

Secara linguistik, bahasa Biak adalah salah satu bahasa di Papua yang dikategorikan dalam keluarga bahasa Austronesia (Muller 1876-1888; Wurm & Hattori 1982) dan khususnya termasuk pada subgrup South-Halmahera-West New Guinea (Blust 1978). Oleh karena bahasa tersebut digunakan oleh para migran Biak di daerah-daerah perantauan, maka ia berfungsi di tempat-tempat itu sebagai bahasa pergaulan antara orang-orang asal Biak dengan penduduk asli. Jumlah penduduk yang menggunakan bahasa Biak di daerah Kepulauan Biak-Numfor sendiri pada saat sekarang berjumlah lebih kurang ?70.000 orang. Membandingkan jumlah penduduk yang menggunakan bahasa Biak dengan bahasa-bahasa daerah lainnya di Papua, maka bahasa Biak termasuk dalam kelompok bahasa-bahasa daerah di Papua yang jumlah penuturnya lebih dari 10.000 orang. Kecuali itu, jika dilihat dari segi luas wilayah pesebarannya maka bahasa Biak merupakan bahasa yang paling luas wilayah pesebarannya di seluruh Papua. (Dr. J.R. Mansoben, MA, 2003)

 

 

Suku Biak merupakan salah satu kelompok masyarakat Papua yang hidup dan tinggal di kabupaten Biak Numfor. Turun temurun, setiap kegiatan yang terkait dengan alur kehidupan mereka berjalan berdasarkan aturan adat. Aturan adat itu berasal dari para leluhur suku Biak yang diyakini sebagai Ketua adat. Salah satu aturan adat yang harus dijalani yakni prosesi adat sebelum warga Biak melangsungkan pernikahan. Bagaimana prosesi ritual adat itu?
Sebelum melangsungkan pernikahan, pihak keluarga dari lelaki Biak yang ingin menikah itu diwajibkan untuk melamar wanita calon pendamping. Di Biak, terdapat dua cara untuk melamar calon pengantin wanita. Pertama, pinangan dilakukan oleh pihak orang tua lelaki sewaktu anak lelaki mereka ataupun anak gadis yang akan dilamar masih berusia anak-anak. Dalam bahasa Biak, tradisi ini disebut Sanepen. Cara yang kedua yakni Fakfuken, orang tua lelaki melamar gadis yang akan menjadi pengantin setelah kedua anak mereka berumur minimal 15 tahun. Pada saat melamar itu, pihak lelaki membawa Kaken atau tanda perkenalan seperti gelang ataupun kalung dari manik-manik. Tidak ada ketentuan adat, berapa banyak kaken yang harus diserahkan, jumlah dan jenisnya berdasarkan pada kemampuan materi dari pihak keluarga lelaki. Jika orang tua dari pihak perempuan menerima lamaran itu, mereka juga memberikan kaken kepada pihak lelaki. Sama halnya dengan tanda perkenalan yang diberikan oleh pihak lelaki, pihak perempuan memberikan kaken sesuai dengan      kemampuannya.
Jika kedua belah pihak telah setuju untuk menyelenggarakan pernikahan, mereka menentukan mas kawin yang nantinya diberikan pihak lelaki kepada pihak wanita. Dulu, mas kawin itu umumnya berupa Kamfar yakni gelang dari kulit kerang. Jika lelaki yang akan menikah itu berasal dari keluarga terpandang, ia memberikan sebuah perahu layar sebagai mas kawin. Namun seiring dengan perkembangan jaman, suku Biak mengganti jenis mas kawin itu dengan gelang yang terbuat dari perak. Setelah penentuan mas kawin, kedua orang tua dari kedua belah pihak pergi menuju rumah tetua adat suku Biak. Bagi suku Biak, tetua adat memiliki peran yang sangat penting. Begitu pentingnya peran tetua adat itu, pihak keluarga akan menyelenggarakan pernikahan pada hari yang oleh tetua adat dianggap sebagai hari baik. Sementara itu, segala macam kebutuhan pernikahan mulai dipersiapkan satu minggu menjelang hari pernikahan dilaksanakan.

Pernikahan adat suku Biak mulai dilaksanakan satu hari sebelum hari pernikahan tiba. Kedua calon mempelai yang akan menikah mengawali tradisi ini dengan acara makan bersama dengan semua saudara lelaki dari pihak ibu kedua mempelai. Keesokan harinya, keluarga wanita mulai menghias sang gadis sesuai adat. Setelah dianggap tampil sempurna, barulah calon pengantin wanita dibawa menuju rumah pengantin lelaki. Di rumah pihak lelaki itulah, puncak acara dalam pernikahan adat suku Biak dilaksanakan. Ketika menikah, lelaki ataupun wanita Biak mengenakan pakaian adat Papua yang bentuknya hampir sama. Mereka juga memakai gelang, kalung, serta ikat pinggang dari manik-manik.
Acara puncak pernikahan adat suku Biak diawali dengan penyerahan seperangkat senjata berupa tombak, panah, serta parang. Penyerahan itu diawali dari pihak keluarga wanita kepada pihak lelaki. Bagi suku Biak, penyerahan dari pihak wanita itu menjadi simbol bahwa keluarga wanita telah sepenuhnya menyerahkan anak gadis mereka kepada keluarga lelaki. Setelah diterima oleh wakil dari pihak lelaki, pihak keluarga lelaki menyerahkan pemberian yang bentuknya sama kepada pihak perempuan. Kali ini, pemberian ini menjadi simbol, keluarga lelaki telah menerima anak gadis itu dan menjaganya seperti anak mereka sendiri. Setelah itu, barulah kepala adat mulai mengawali inti acara pernikahan.

Inti acara pernikahan adat diawali dengan pemberian sebatang rokok yang tampak seperti cerutu. Rokok itu wajib dihisap oleh pengantin lelaki kemudian diisap oleh pengantin wanita. Tak lama kemudian, tetua adat memberikan dua buah ubi yang telah dibakar di atas bara api kepada kedua mempelai. Ketika itu, setiap pengantin memperoleh sebuah ubi. Doa dan mantera yang dibacakan oleh sang tetua adat mengiringi prosesi pemberian ubi itu kepada kedua mempelai. Dalam tradisi ini, doa merupakan permohonan restu kepada Tuhan agar kedua mempelai mendapat kebahagiaan. Setelah doa selesai dibacakan, kedua mempelai melaksanakan tradisi saling menyuapi ubi. Seluruh rangkaian acara pernikahan adat suku Biak ini diakhiri dengan makan bersama dengan seluruh keluarga dari kedua pihak dan para tamu undangan. Dengan berakhirnya tradisi makan bersama itu, usai sudah seluruh rangkaian acara pernikahan adat suku Biak di kabupaten Biak Numfor, Papua. Ari-Ike/LPP

Leave a Comment





Please note: Comment moderation is enabled and may delay your comment. There is no need to resubmit your comment.


Free Web Hosting